Apakah Bisa di Punguan Batak itu Begini?

Menurut KBBI, arti kata patut adalah baik, layak, pantas, senonoh. Mengapa ada yang patut dan ada yang tidak patut?

Dalam teori, kepatutan suatu hal bisa diuji jika suatu hal yang dilakukan itu tidak mengakibatkan kerusakan, keitidakharmonisan, kekacauan, dan hal-hal buruk lainnya.


Contoh, ketika gereja digunakan untuk menggalang dukungan di pilkada. Disamping secara etika gerejawi hal itu tidak patut dilakukan, hal lainnya yang membuat tidak patut adalah jika ada 2 atau lebih kandidat dalam satu gereja lalu gereja akan bersikap bagaimana? 

Jika gereja mendukung kandidat A bagaimana dengan kandidat B? Lalu apa dasar untuk mendukung kandidiat A dan apa dasar tidak mendukung kandidat B? Situasi ini akan mencipatkan disharmoni di dalam gereja sehingga menjadi tidak patut dilakukan.


Demikian juga jika hal yang sama dilakukan dalam punguan marga. Disamping tidak etis juga menggunakan marga untuk digunakan dalam pilkada karena punguan marga itu adalah kegiatan sosial, persoalan lainnya adalah jika dalam satu punguan kelompok marga itu ada 2 atau lebih kandidat yang maju lalu atas dasar apa suatu punguan marga mendukung salah satu kandidat sementara kandidat yang lainnya tidak didukung? 

Hal ini juga akan menciptakan ketidakharmonisan di antara sesama anggota punguan marga sehingga menjadi tidak patut dilakukan.

Seharusnya para kandidat itu melakukan hal-hal yang patut dalam proses pemilihan, sehingga mereka pun patut untuk dipilih.


Sebagaimana cita-cita awal dibentuknya punguan adalah untuk mengatur hidup bersama dalam tatanan budaya Batak, namun sayangnya yang terbanyak justeru mengurusi masalah adat. Adat memang bagian dari budaya. Sementara budaya juga mencakup bidang lain, seperti seni, termasuk sastra, yang belum pernah disentuh oleh punguan-punguan marga. Punguan juga bisa berfungsi untuk memikirkan solusi bagi anak-anak mereka yang lahir di rantau yang tidak lagi bisa berbahasa Batak.


Harusnya punguan bisa menjadi kekuatan dalam melestarikan budaya Batak. Bukan melestarikan budaya yang salah. Kalau dalam adat Batak, parsinambul juga sudah bisa dilakukan oleh orang dari luar marga, maka itu artinya budaya itu telah dirusak. Hanya seremoni dan gagah-gagahan. 


Selama ini punguan marga hanya mengurusi pelaksanaan adat, yang sering menjadi kegiatan yang melelahkan dan bertele-tele. Yang saban tahun hanya menggelar Bona Taon dan bersifat seremonial semata. Bona Taon dipertontonkan hanya untuk memamerkan prestise dan kebesaran sesuatu marga.

Seharusnya, punguan marga bisa membantu proses pelestarian kebudayaan, bukan malah mengubah tatanan adat yang sudah ada, sebagaimana dikatakan J.C. Vergouwen. Bahwa tata adat yang diciptakan oleh nenek moyang terdahulu, itulah yang bersifat penuh, bulat, utuh, pantang untuk diubah. 


Yang tersimpul dalam satu ungkapan, Omputta sijolo tubu martungkotton siala gundi, pinunggaka ni parjolo ihuttonnon ni parpudi. Intinya, yang dirintis nenek-moyang sebaiknya diikuti generasi berikutnya. Yang baik dipertahankan, yang tak berkenan ditinggalkan

Comments
0 Comments


EmoticonEmoticon