Makna Penutup Kepala Pria Batak

Dalam adat istiadat orang Batak, pada masa lalu, lelaki dewasa menganggap lebih pantas dan berwibawa bila menggunakan penutup kepala. Penutup kepala dalam budaya Batak disebut Talitali, yaitu kain yang dililitkan di sekeliling kepala. 



Berbeda dengan Tengkuluk dalam budaya Melayu yang biasanya merupakan penutup kepala yang sudah jadi dan tinggal disematkan di atas kepala, Talitali Batak harus dililitkan sendiri dari sehelai kain.


Ketika tidak dililitkan, kain Talitali bisa berupa selembar kain biasa atau kain tenun ulos yang bagus yang bisa digunakan untuk keperluan lain. Natuatua atau orang yang dihormati biasanya memilih kain yang bagus, seperti kain tenun atau kain batik, untuk dijadikan ikatan kepala. Salah satu contoh kain yang digunakan untuk Talitali adalah kain sutra hitam, kain sutera halus berwarna hitam yang diimpor dari luar.


Talitali yang terbuat dari kain berkualitas dengan lilitan yang rapi dan cantik disebut Detar. Talitali dengan kain Tigabolit atau Bonangmanalu biasanya digunakan dalam acara-acara ritual. Sedangkan Talitali yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari di kampung atau di ladang biasanya menggunakan kain biasa saja.


Seperti yang telah dijelaskan di awal, Talitali atau penutup kepala orang Batak terkesan lebih sederhana jika dibandingkan dengan penutup kepala orang Melayu yang sering dihiasi dengan puncak yang runcing dan lancip..


Tentang Talitali atau penutup kepala ini ada Umpasa Batak berbunyi sebagai berikut ;

Molo pogos ho amang parsiajari mangaithon detar, 

Molo mamora ho amang parsiajari martalitali sungkit


Secara tradisional, detar dan sungkit adalah dua elemen budaya yang sangat penting bagi masyarakat Batak di Sumatera Utara, Indonesia. Detar adalah selembar kain halus yang umumnya digunakan untuk menutupi kepala, sedangkan sungkit adalah tanaman dengan daun yang biasa digunakan untuk membungkus kue tradisional.


Dalam konteks ini, "Talitali sungkit" dapat diartikan sebagai gambaran seseorang yang menutupi kepala dengan daun sungkit dalam keadaan hujan. Hal ini mencerminkan sifat rendah hati dan tidak memperdulikan status sosial atau materi. Pesan dari seorang ibu yang melepas anaknya pergi merantau menuntut kesejahteraan hidup dalam falsafah Batak adalah agar anaknya selalu memiliki sifat rendah hati dan bersikap hormat dan bermartabat dalam setiap situasi.


Selain itu, pesan tersebut juga mengajarkan bahwa keberhasilan dan kesuksesan tidak boleh membuat seseorang sombong dan terpisah dari orang-orang yang kurang beruntung. Sebaliknya, mereka harus memahami dan merasakan kehidupan orang kecil tak berpunya dan selalu membantu mereka yang membutuhkan.


Dalam keseluruhan pesan ini, ibu memberikan nasihat yang bijaksana dan bernilai dalam mencapai Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon. Anaknya harus belajar untuk menjadi pribadi yang baik, rendah hati, dan terhormat dalam setiap keadaan, serta menghargai kehidupan orang lain tanpa memandang status sosial atau materi.


1. TAHULUK

Kata "Tahuluk" mungkin terdengar mirip dengan "Tekuluk", dan dalam bahasa Batak disebut "Tangkuluk". Tahuluk terbuat dari anyaman daun panda atau baion, yang mirip dengan tanduk tetapi lebih pendek dan sesuai dengan ukuran kepala. Alat ini digunakan untuk bekerja di ladang, sawah, atau saat menggembala ternak. 

Karena pekerjaan ini umumnya kasar, seseorang yang melakukan pekerjaan yang membutuhkan etika dan tata krama harus berhati-hati dan cermat. Jika seseorang melakukan pekerjaan itu secara sembrono, maka dia akan ditegur dengan kata-kata "ueeee... sitahuluk on...", yang berarti dia dianggap tidak mampu melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Sitahuluk biasanya digunakan untuk menyebut seseorang yang tidak ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.


2. TANGKI

TANGKI merupakan ikat kepala yang terbuat dari kulit kayu. Ikat kepala ini umumnya dibuat dari kulit kayu tualang yang memiliki serat yang kokoh. Serat tersebut kemudian dililitkan di sekitar kepala, dan disebut dengan Tangki. Oleh karena itu, terdapat sebuah pepatah yang mengatakan: "Tangki hau tualang, galinggang ginalege. Tubu ma anak partahi jala ulubalang, boru parmas jala pareme"


Selain itu, terdapat pepatah lain yang berbunyi: "Pinartangki laklak, pinarhorunghorung singkoru, marsolotan bungabunga. Tubu ma anak dohot boru gabe ma nang naniula"


Tangki biasanya dipakai oleh orang Batak untuk acara-acara adat, seperti pernikahan atau upacara adat lainnya. Ikat kepala ini memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Batak, karena melambangkan kekuatan dan keberanian dalam menghadapi kehidupan. Selain itu, penggunaan Tangki juga dianggap sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya nenek moyang.


3. TALITALI

TALITALI adalah ikat kepala yang terbuat dari tenunan ulos berbagai macam ragam. Untuk yang muda hingga dewasa biasanya menggunakan mangiring dengan warna agak cerah dan motif yang jelas. Sedangkan untuk yang tua, digunakan mangiring dengan warna yang lebih tua dan motif halus yang disebut mangiring padang ursa. 


Di dalam budaya Batak, ada tiga warna yang penting, ketiga warna tersebut dapat menjadi pengikat kepala. Warna hitam dengan hiasan digunakan oleh para raja dan raja parbaringin, warna merah digunakan oleh para ulubalang, dan warna putih biasanya dipakai oleh pardebata jinujung. Apabila ketiga warna tersebut dibelit, maka digunakan oleh Ulubalang nabegu atau disebut juga partigabolit. Jika seseorang merupakan seorang Raja Pemimpin Upacara, maka dipakailah tumtuman.


Tumtuman adalah ikat kepala dengan warna hitam dan rambu merah. Rambu merahnya muncul dari atas lilitan atas. Tumtuman berasal dari kata dasar tumtum yang artinya ikat. Santumtum berarti seikat. Talitali tumtuman bermakna seorang pemimpin yang mampu mengikat dari berbagai kemampuan hingga menyatu menjadi kekuatan besar. Hal ini karena warna hitam memiliki makna kepemimpinan, sedangkan warna merah memiliki makna pengetahuan atau kekuatan.


Pandai melilitkan ikat kepala merupakan tanda bahwa seseorang diharapkan bisa menjadi pemimpin. Melilitkan ikat kepala sendiri dapat menunjukkan kemampuan seseorang dalam hal kerapian, estetika, dan kehormatan. Cara melilitkan ikat kepala dapat membaca karakter seseorang. Oleh karena itu, ada perumpamaan di masyarakat Batak yang mengatakan "Sai tubu ma anakmu na malo martalitali..." yang artinya diharapkan akan lahir anak yang bisa merangkai, menata, dan menjadi pemimpin.


Naujui halak Batak , boi dohonon martali talido (tali tali dipakke disimanjujung )

Molo napogos tali tali sukkit.

Molo namora /raja detar ma tali talina.


Molo pogosho unang patukki hu simanjujungmu.

Molo mamoraho unang ginjang roham.

Read More

Apakah Bisa di Punguan Batak itu Begini?

Menurut KBBI, arti kata patut adalah baik, layak, pantas, senonoh. Mengapa ada yang patut dan ada yang tidak patut?

Dalam teori, kepatutan suatu hal bisa diuji jika suatu hal yang dilakukan itu tidak mengakibatkan kerusakan, keitidakharmonisan, kekacauan, dan hal-hal buruk lainnya.


Contoh, ketika gereja digunakan untuk menggalang dukungan di pilkada. Disamping secara etika gerejawi hal itu tidak patut dilakukan, hal lainnya yang membuat tidak patut adalah jika ada 2 atau lebih kandidat dalam satu gereja lalu gereja akan bersikap bagaimana? 

Jika gereja mendukung kandidat A bagaimana dengan kandidat B? Lalu apa dasar untuk mendukung kandidiat A dan apa dasar tidak mendukung kandidat B? Situasi ini akan mencipatkan disharmoni di dalam gereja sehingga menjadi tidak patut dilakukan.


Demikian juga jika hal yang sama dilakukan dalam punguan marga. Disamping tidak etis juga menggunakan marga untuk digunakan dalam pilkada karena punguan marga itu adalah kegiatan sosial, persoalan lainnya adalah jika dalam satu punguan kelompok marga itu ada 2 atau lebih kandidat yang maju lalu atas dasar apa suatu punguan marga mendukung salah satu kandidat sementara kandidat yang lainnya tidak didukung? 

Hal ini juga akan menciptakan ketidakharmonisan di antara sesama anggota punguan marga sehingga menjadi tidak patut dilakukan.

Seharusnya para kandidat itu melakukan hal-hal yang patut dalam proses pemilihan, sehingga mereka pun patut untuk dipilih.


Sebagaimana cita-cita awal dibentuknya punguan adalah untuk mengatur hidup bersama dalam tatanan budaya Batak, namun sayangnya yang terbanyak justeru mengurusi masalah adat. Adat memang bagian dari budaya. Sementara budaya juga mencakup bidang lain, seperti seni, termasuk sastra, yang belum pernah disentuh oleh punguan-punguan marga. Punguan juga bisa berfungsi untuk memikirkan solusi bagi anak-anak mereka yang lahir di rantau yang tidak lagi bisa berbahasa Batak.


Harusnya punguan bisa menjadi kekuatan dalam melestarikan budaya Batak. Bukan melestarikan budaya yang salah. Kalau dalam adat Batak, parsinambul juga sudah bisa dilakukan oleh orang dari luar marga, maka itu artinya budaya itu telah dirusak. Hanya seremoni dan gagah-gagahan. 


Selama ini punguan marga hanya mengurusi pelaksanaan adat, yang sering menjadi kegiatan yang melelahkan dan bertele-tele. Yang saban tahun hanya menggelar Bona Taon dan bersifat seremonial semata. Bona Taon dipertontonkan hanya untuk memamerkan prestise dan kebesaran sesuatu marga.

Seharusnya, punguan marga bisa membantu proses pelestarian kebudayaan, bukan malah mengubah tatanan adat yang sudah ada, sebagaimana dikatakan J.C. Vergouwen. Bahwa tata adat yang diciptakan oleh nenek moyang terdahulu, itulah yang bersifat penuh, bulat, utuh, pantang untuk diubah. 


Yang tersimpul dalam satu ungkapan, Omputta sijolo tubu martungkotton siala gundi, pinunggaka ni parjolo ihuttonnon ni parpudi. Intinya, yang dirintis nenek-moyang sebaiknya diikuti generasi berikutnya. Yang baik dipertahankan, yang tak berkenan ditinggalkan

Read More

Mengapa Orang Batak Sering Terlihat Pintar dan Rajin Berusaha

Orang Batak merupakan salah satu etnis yang terdapat di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera Utara. Orang Batak terkenal dengan kecerdasan dan ketekunan mereka dalam berusaha. Banyak orang yang mengagumi kinerja dan prestasi yang dicapai oleh orang Batak.



Tidak hanya di dalam negeri, namun di luar negeri pun, orang Batak sering menjadi sorotan karena kehebatan dan prestasi yang mereka peroleh. Tapi, mengapa orang Batak sering terlihat pintar dan rajin berusaha? Berikut ini beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa orang Batak memiliki reputasi yang tinggi dalam hal kecerdasan dan usaha.


1. Keturunan yang Keras dan Tekun

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan dan ketekunan orang Batak adalah keturunan mereka. Orang Batak berasal dari nenek moyang yang kuat dan tekun dalam mencapai tujuannya. Keturunan ini diteruskan dari generasi ke generasi, sehingga orang Batak cenderung memiliki kekuatan dan keuletan yang tinggi dalam mencapai tujuan mereka.


2. Lingkungan yang Mendukung

Lingkungan sosial dan budaya juga memainkan peran penting dalam membentuk karakter orang Batak. Masyarakat Batak sangat menghargai pendidikan dan kerja keras. Orang tua Batak sering mendorong anak-anak mereka untuk belajar dengan giat dan berusaha keras dalam mencapai tujuan hidup mereka. Selain itu, lingkungan sosial yang solid dan saling mendukung juga dapat memotivasi orang Batak untuk terus berusaha dan belajar.


3. Pendidikan yang Berkualitas

Orang Batak juga dikenal memiliki pendidikan yang berkualitas. Banyak orang Batak yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik, sehingga mereka memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Selain itu, banyak sekolah dan universitas yang berkualitas tinggi di Sumatera Utara, seperti Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan, yang membantu membangun kecerdasan dan kemampuan orang Batak.


4. Semangat Gotong Royong

Semangat gotong royong juga menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan orang Batak. Masyarakat Batak sangat mementingkan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas. Mereka cenderung bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, sehingga mereka dapat bekerja lebih efektif dan efisien. Hal ini memungkinkan orang Batak untuk mencapai tujuan mereka dengan lebih cepat dan mudah.


5. Kerja Keras dan Kemandirian

Kerja keras dan kemandirian juga merupakan nilai yang sangat dihargai dalam masyarakat Batak. Mereka tidak takut untuk bekerja keras dan belajar terus menerus untuk mencapai tujuan mereka. Orang Batak juga dikenal sebagai orang yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain dalam mencapai tujuan mereka. Mereka percaya bahwa usaha dan kerja keras akan membawa mereka ke tempat yang lebih baik di masa depan.


6. Pengaruh agama

Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen. Agama ini mempunyai pengaruh positif dalam membentuk karakter dan sikap seseorang, termasuk dalam hal kerja keras dan semangat juang. Selain itu, agama Kristen juga mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab, yang juga dapat membentuk sikap dan karakter seseorang.


Dalam kesimpulannya, orang Batak sering terlihat pintar dan rajin berusaha karena budaya kerja keras, penghargian terhadap pendidikan, lingkungan yang mendukung, dan pengaruh agama Kristen.

Hal-hal ini membentuk pola pikir dan sikap yang positif dalam mencapai tujuan dan meraih kesuksesan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak orang Batak yang menjadi sukses dalam berbagai bidang, termasuk bisnis, politik, dan pendidikan.

Read More